Lain halnya dengan kondisi perairan di Bali Utara. Berdasarkan pengamatan BMKG, cuaca di kawasan utara lebih bersahabat karena ketinggian gelombang laut rata-rata 0,5 sampai 2,5 meter. “Yang ekstrem itu di Selatan, ombaknya mencapai ketinggian hingga 3 meter,” ungkap Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar Nyoman Gede Wirajaya. Dijelaskan, penyebab tingginya ombak tersebut juga ada pengaruh kecepatan angin yang menerjang kawasan Bali dan sekitarnya. Meski terjangan angin tidak tergolong ekstrem karena tak lebih dari 38 km/jam, namun dampaknya cukup dirasakan utamanya yang berada di kawasan pesisir.
“Angin dari Timur-Tenggara dengan kecepatan 8-38 km/jam. Memang belum ekstrem tapi kami mengimbau agar warga baik itu para nelayan maupun pengelola kawasan wisata tirta, seluruh masyarakat, dan para wisatawan berhati-hati. Karena besok (hari ini) kami prediksi masih sama,” tegas Wirajaya. Ia menambahkan untuk kecapatan angin, sudah masuk ketegori ekstrem bila sudah di atas 25 knot atau sekirar 45 km/jam. “Jadi bila sudah di atas itu sudah sangat berbahaya. Karena sudah tergolong ekstrem,” tandasnya sembari menyatakan dengan kondisi kecepatan masih sekitar 38 km/jam maka masih masuk kategori normal. Berkenaan dengan hujan yang sesekali waktu mengguyur sebagian wilayah Bali dalam sepekan terakhir, menurut Wirajaya, lebih disebabkan adanya proses penguapan air yang sifatnya lokal. Jadi masyarakat diimbau tetap mengantisipasi musim kemarau yang berlangsung, karena turun hujan bukan berarti musim kemarau berlalu. Justru itu biasa terjadi di tengah-tengah musim kemarau, akibat penguapan air laut maka sesekali waktu turun hujan. Malah, imbuh Wirajaya, musim kemarau tahun ini diprediksi berlangsung lebih lama bila dalam perubahan musim normal kemarau akan berakhir dalam rentang waktu bulan September atau Oktober. Namun karena terjadi fenomena El Nino, maka diprediksi musim kemarau akan terjadi lebih lama. “Prediksi kami musim kemarau akan terjadi sampai Desember,” tandasnya.
Fenomena El Nino merupakan gejala penyimpangan suhu muka laut yang terjadi di Samudera Pasifik sekitar equator. Penyimpangan yang terjadi adalah berupa peningkatan suhu muka laut yang terjadi di wilayah tersebut. Dengan peningkatan suhu muka laut yang terjadi di Samudera Pasifik, masa udara di wilayah Indonesia ditarik menuju wilayah Samudera Pasifik. Akibatnya beberapa daerah di Indonesia terutama sebelah selatan khatulistiwa mengalami pengurangan pasokan hujan. Kendati ombak air laut tergolong ekstrem namun sejumlah nelayan di kawasan Kedonganan, Kuta, masih nekat melaut. “Sekarang pun masih melaut,” ucap Sekretaris Kelompok Nelayan Kerta Bali Wayan Nasib, saat dikonfirmasi terpisah. Disinggung seruan BMKG terkait ketinggian ombak yang tergolong ekstrem, ia tak banyak memberikan komentar. Yang jelas dari sekitar 400-an nelayan di sana, sebagian besar melaut seperti biasa. “Ya walau tetap kerja, kendalanya cuma ikannya mulai berkurang,” kata Nasib. Kondisi seperti ini kata dia, memang kerap dirasakan para nelayan. “Biasanya juga seperti itu setelah hari raya ikannya berkurang. Tapi nanti setelah bulan Agustus banyak lagi,” tandasnya.
sumber : nusabali