 |
| “Kita sudah tegas-tegas menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Tapi kita juga memiliki rencana bagaimana memperbaiki dan mengembalikan kondisi Teluk Benoa yang kini telah mengalami kerusakan, kata Giri Prasta. |
PASANGAN calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta dan I Ketut Suiasa (Giriasa), mempertegas sikapnya atas polemik reklamasi Teluk Benoa. Giriasa tidak hanya dengan tegas menolak rencana reklamasi Teluk Benoa, tetapi paslon nomor urut 1 ini juga memberikan solusi, dan kebijakan dalam upaya memperbaiki kondisi eksosistim di Teluk Benoa yang sudah mengalami kerusakan.
Pro kontra polemik Teluk Benoa menurut Giri Prasta harus disikapi dengan bijaksana. Tak hanya cukup dengan suara lantang menolak, namun harus ada langkah-langkah dan upaya memperbaiki kondisi Teluk Benoa yang telah mengalami kerusakan. Areal Teluk Benoa yang menjadi wilayah Kabupaten Badung seluas 856 hektar, dengan 11 aliran sungai bermuara di sana.
Lebih lanjut Giriprasta mengemukakan, permasalahan reklamasi sebenarnya muncul berawal dari Perpres Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita. Dalam Perpres yang ditandatangani semasa perintahan Presiden SBY tersebut, Teluk Benoa yang sebelumnya kawasan konservasi diubah menjadi kawasan pemanfaatan. Diduga sebagai upaya meloloskan rencana reklamasi untuk membentuk lahan baru seluas 700 hektar. “Kita sudah tegas-tegas menolak rencana reklamasi Teluk Benoa. Tapi kita juga memiliki rencana bagaimana memperbaiki dan mengembalikan kondisi Teluk Benoa yang kini telah mengalami kerusakan, kata Giri Prasta.
Dia mencontohkan, kondisi Pulau Pudut dikawasan Teluk Benoa semakin mengecil karena terkena abrasi harus segera diselamatkan. Luas eksisting Pulau Pudut 8 hektar karena tergerus abrasi luasnya kini hanya 6,8 are. Kawasan Pulau Pudut tersebutlah yang harus dinormalisasikan dengan mengembalikan ke kondisi semula termasuk dalam luasannya.
Giri Prasta yang dua periode menjabat ketua DPRD Badung menyatakan, kebijakan yang akan dilaksanakannya bila terpilih menjadi Bupati Badung ini, juga sesuai dengan aspirasi masyarakat Tanjung Benoa, yang mengharapkan pengembalian kondisi Pulau Pudut. Sehingga bisa dikelola oleh masyarakat untuk menjadi obyek daya tarik wisaya (ODTW). Tak hanya Pulau Pudut yang terancam tenggelam, kondisi vegetasi di Taman Hutan Rakyat (Tahura) Ngurah Rai juga terancam. Data dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan (Disnakanlut) Badung luas Tahura di wilayah Kabupaten Badung yang bervegetasi atau tumbuh mangrove seluas 519,6 hektar, dan tak bervegetasi alias gundul seluas 192 hektar. Di sekitar Pulau Pudut vegetasi mangrove juga terus berkurang, dengan luasan 96 hektar.
Program kita akan menanami kawasan Tahura yang tak bervegetasi tersebut. Sehingga seluruh kawasan Tahura Ngurah Rai menjadi kawasan hutan mangrove,ucap Giri Prasta.
Dia menyatakan, ini sangat penting mengingat hutan mangrove menjadi habitat ikan-ikan kecil, udang dan kepiting. Keseimbangan ekosistim itulah yang perlu dijaga. Politisi PDI Perjuangan yang dikenal merakyat ini mencontohkan, proyek normalisasi alur Tukad Mati, Kuta, sebagai salah satu upaya memperbaiki kondisi eksostim Teluk Benoa. Di mana sebelum proyek yang didanai APBD Badung tahun 2015 ini, kondisi muara Tukad Mati dipenuhi sampah. Sehingga memicu banjir dikawasan tersebut. Sampah-sampah tersebut juga merusak ekosistim mangrove yang ada disekitarnya.
sumber : dpstnews
