MANGUPURA - Kisruh proyek Beach World BTDC Nusa Dua, Kuta Selatan, antara pemerintah   kabupaten (Pemkab) dengan Pemprov Bali belum tuntas. Pemkab Badung yang  mengeluarkan perizinan bersikukuh proyek tersebut tidak melanggar  aturan, sedangkan Pemprov sudah memberikan Surat Peringatan (SP) I,  karena proyek tersebut melanggar peraturan daerah dan Undang-Undang  (UU).
kabupaten (Pemkab) dengan Pemprov Bali belum tuntas. Pemkab Badung yang  mengeluarkan perizinan bersikukuh proyek tersebut tidak melanggar  aturan, sedangkan Pemprov sudah memberikan Surat Peringatan (SP) I,  karena proyek tersebut melanggar peraturan daerah dan Undang-Undang  (UU). 
 kabupaten (Pemkab) dengan Pemprov Bali belum tuntas. Pemkab Badung yang  mengeluarkan perizinan bersikukuh proyek tersebut tidak melanggar  aturan, sedangkan Pemprov sudah memberikan Surat Peringatan (SP) I,  karena proyek tersebut melanggar peraturan daerah dan Undang-Undang  (UU).
kabupaten (Pemkab) dengan Pemprov Bali belum tuntas. Pemkab Badung yang  mengeluarkan perizinan bersikukuh proyek tersebut tidak melanggar  aturan, sedangkan Pemprov sudah memberikan Surat Peringatan (SP) I,  karena proyek tersebut melanggar peraturan daerah dan Undang-Undang  (UU). Kini, warga sekitar Nusa Dua mendukung sikap Gubernur Bali Made Mangku  Pastika agar segera membongkar proyek yang sekarang masih berjalan itu.  Alasannya, secara yuridis sudah tidak dibenarkan lagi adanya bangunan bar dan restoran.  Selain itu, warga kecewa dengan sikap Pemkab Badung yang hingga sekarang  belum ada sosialisasi jilid II tentang hasil kesepakatan antara pihak  BTDC, tokoh adat, kelurahan, maupun kecamatan. 
“Kami sangat mendukung langkah Gubernur membongkar bangunan ini. Kami  minta Pak Gubernur membongkar saja proyek itu. Karena sudah jelas-jelas  secara yuridis melanggar. Dasarnya khan dari masyarakat bukan lembaga.  Jadi harusnya masyarakat mengetahui secara detail apa isi kesepakatan  itu, bukan lembaga saja,” kata tokoh Desa Adat 
Pemingge, Nusa Dua, Wayan Luwir Wiana, Minggu (5/6). “Kalau tidak ada sosialisasi secara terbuka dan transparan justru ini yang menjadi pertanyaan besar. Ada apa ini? Dulu pada pertemuan pertama akan ada pertemuan lagi secara terbuka, tetapi malah pertemuan tertutup dan ada kesepakatan,” urai mantan Kaling Desa Adat Pemingge ini.
Pemingge, Nusa Dua, Wayan Luwir Wiana, Minggu (5/6). “Kalau tidak ada sosialisasi secara terbuka dan transparan justru ini yang menjadi pertanyaan besar. Ada apa ini? Dulu pada pertemuan pertama akan ada pertemuan lagi secara terbuka, tetapi malah pertemuan tertutup dan ada kesepakatan,” urai mantan Kaling Desa Adat Pemingge ini.
Dijelaskannya, proyek tersebut sudah cacat dari segi perizinan. Bahkan  ada unsur penghilangan kajian masalah mengenai dampak lingkungan (Amdal)  BTDC yang diterbitkan pada tahun 1971 silam. Menurutnya, di kawasan  tersebut merupakan area yang tidak boleh ada bangunan atau public space  seperti yang sempat dipermasalahkan pada awal proyek ini dimulai. 
“Kami sebagai masyarakat Nusa Dua tetap menolak adanya bangunan itu,”  tegas Luwir. Sementara itu, Camat Kuta Selatan, Wayan Wijana, secara terpisah saat  dikonfirmasi menjelaskan proyek Beach World ini sudah tidak ada  persoalan lagi di tingkat masyarakat. Ia membantah kesepakatan antara  desa adat dengan BTDC belum pernah disosialisasikan kepada masyarakat  sekitar Nusa Dua. Dikatakan, sosialisasi memang tidak secara terbuka  namun melalui prajuru masing-masing desa adat.  “Sampai sekarang tidak ada persoalan lagi. Mengenai sosialisasi itu  langsung melalui prajuru desa adat masing-masing dari tiga desa adat,”  kata Wijana. 
Disinggung mengenai kesepakatan tertulis antara BTDC dengan desa adat,  Wijana mengakui pernah mengetahui. Namun ia tidak menjelaskan secara  rinci isi kesepakatan tersebut. Menurutnya, sekarang pihak prajuru adat  melakukan sosialisasi secara intensif. “Setahu saya memang ada kesepakatan secara tertulis, yang ditandatangi  BTDC, Desa Adat dan disaksikan pemerintah. Sekarang, sosialisasi prajuru  adat harus lebih intensif, misalnya pada pertemuan-pertemuan di  masing-masing banjar,” jelas Wijana. Masih menurut Luwir, hingga sekarang sosialisasi ke masyarakat belum  pernah ada. Dicontohkan di Desa Adat Pemingge misalnya, belum pernah  digelar sosialisasi secara terbuka di banjar terkait proyek tersebut.  Ditegaskan masyarakat tetap menolak dan masih menagih janji sosialisasi  secara terbuka seperti yang dijanjikan Wakil Bupati Badung Ketut  Sudikerta. 
“Jangan dipikirkan lurah, camat, lembaga lain. Tetapi benar-benar  masyarakatnya. Kalau hanya lembaga ya setuju-setuju saja. Bupati bilang A  yang pasti menurut begitu saja. tetapi beda dengan masyarakat. Untuk  itulah kami berharap adanya sosialisasi secara terbuka, sehingga jelas  semua. Kami juga berharap Gubernur benar-benar melaksanakan  pembongkaran,” tandas Luwir.
sumber : NusaBali 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
