DENPASAR - Sejumlah akademisi, agamawan, dan (tokoh) adat (A3) yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Bali (AMB) plus pegiat LSM dan pariwisata bersatu menolak reklamasi Teluk Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung.
Pada Kamis (1/8) bertempat di kantor Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Jalan Ratna Denpasar, AMB mendesak Gubernur Made Mangku Pastika mencabut SK Gubernur yang memberikan izin dan hak pengelolaan pemanfaatan dan pengelolaan wilayah perairan Teluk Benoa. AMB yang bampernya akademisi, adat, agama, ormas, LSM, dan pegiat pariwisata, juga menyatakan SK Gubernur Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang pemberian izin dan hak pemanfaatan, pengembangan, dan pengelolaan wilayah perairan Teluk Benoa dengan luas 838 hektare, kepada PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI), harus dicabut. Hadir pada pertemuan kemarin, Dharma Adhyaksa PHDI Pedanda Gde Ketut Sebali Tianyar Arimbawa, Ketua Dewan Pasraman Bali Ida Acharya Agni Yogananda, Ketua AMB Prof Dr I Made Bakta SpPD (KHOM), Sekretaris AMB Ir Putu Wirata Dwikora SH, Ketua PHDI Bali Dr I Gusti Ngurah Sudiana, Ketua Aliansi Masyarakat Pariwisata Bali Gusti Kade Sutawa SE MM MBA, akademisi Universitas Udayana (Unud) Dr Ir Putu Rumawan Salain, Prof Dr Sudiana Mahendra, dan beberapa tokoh lainnya.
“Kami dari AMB mendesak Gubernur Pastika mencabut keputusan yang memberikan izin reklamasi. Gubernur juga harus mendukung sekaligus mendesak Ketua DPRD Bali Anak Agung Ngurah Oka Ratmadi mencabut rekomendasi DPRD Bali,” ujar Sekretaris AMB Wirata Dwikora. “Pertama kami sangat menyesalkan terbitnya Rekomendasi DPRD Bali Nomor 660.114278/DPRD tanggal 20 Desember 2012 yang isinya bahwa DPRD Bali mendukung eksekutif untuk menindaklanjuti kajian dari Tim LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) yang hanya didasarkan pada laporan pra studi kelayakan yang notabene masih memerlukan penggalian data serta kajian lebih lanjut,” jelas Wirata Dwikora yang juga ketua Bali Corruption Watch, itu.
Menurutnya, Ketua DPRD Bali Anak Agung Ngurah Oka Ratmadi sebelumnya merekomendasikan untuk menindaklanjuti kajian LPPM Unud dalam menanggulangi dan mengamankan Bali dari bahaya tsunami. Namun dalam Keputusan Gubernur, ternyata adalah izin untuk pengelolaan, pemanfaatan, dan pengembangan perairan Teluk Benoa seluas 838 hektare. Wirata Dwikora menambahkan, dari aspek hukum, Gubernur tidak berwenang memberikan hak pengelolaan kepada investor. Karena kewenangan dimaksud sebagaimana diatur dalam UU No 26 Tahun 2007 telah dibatalkan melalui putusan MK No 3/PUU-VIII/2010. Pembuatan kebijakan juga tidak melibatkan peran serta masyarakat seperti diatur dalam UU No 26/2007 tentang HP-3 maupun UU No 26/2007 tentang penataan ruang.
Alasan lain, Teluk Benoa yang merupakan kawasan konservasi seperti diatur dalam Perpres Sarbagita, juga dilanggar. Juga melanggar Perda No 16/2009 tentang kawasan suci pantai dan kawasan suci laut, karena kawasan pantai Benoa merupakan tempat melakukan upacara agama seperti melasti dan sejenisnya. Sementara soal isu reklamasi akan jadi tunggangan kepentingan politik dibantah AMB. Dharma Adhyaksa PHDI Pusat Pedanda Sebali menyatakan soal adanya isu reklamasi akan menjadi tunggangan upaya politis menggagalkan pelantikan gubernur terpilih dan wakil gubernur terpilih, tidak akan terjadi. Acharya Agni Yogananda dan Prof Bakta juga menyatakan, isu-isu yang menyatakan ada gerakan untuk menggagalkan pelantikan Gubernur Bali terpilih, atau menggagalkan peresmian JDP (jalan di atas perairan), apalagi menuding mau mengacaukan APEC, tidak perlu dibesar-besarkan.
“Kita tidak ada kepentingan menggagalkan semua itu. Apa untungnya kita melakukan itu,” ujar Bhakta. Sementara dalam dialog Forum Bali Dwipa di Wantilan DPRD Bali, Kamis siang kemarin, akademisi Unud Prof Dr Kartini mengatakan perairan tidak boleh direklamasi. “Mari mulat sarira. Jangan melihat satu sisi kepentingan saja. Ada hukum positif tetapi ada hukum moral juga di sini,” jelas Kartini. Menurutnya, alam sama dengan ibu kandung. “Siapa tidak memelihara alam sama dengan berani dengan ibu kandung. Berani dengan ibu pertiwi. Siapa tidak memelihara alam, maka akan hancurlah alam itu. Bali Selatan itu pancer, tiang penyangga Bali. Bagi krama Bali, pantai dan lautan itu suci. Sama dengan di Sakenan, Pulau Serangan, itu kan campuhan. Secara lingkungan kalau dipaksakan reklamasi di Teluk Benoa dampaknya sudah jelas akan merusak penyangga Bali,” ujarnya.
sumber : NusaBali